Jumat, 22 Agustus 2014

NYANYIAN KERINDUAN

NYANYIAN KERINDUAN

Duhai kunci pembuka pintu mata qolbu
Berfungsilah hingga terangkat gerbang penghalang
Mengapa masih sembunyikan wajahmu, duhai pemilik kemuliaan
Ketakutan akan jatuh ke jurang putus asa telah membayang

Kadang kami merasa tentram atas janji pengharapanmu
Bahwa siapa yang mengetuk akan di buka
Dan siapa yang mengharap pasti saatnya  akan tiba
Tapi kenapa engkau melupakanku terus menerus

Andai pintu gerbang terangkat
Aku  merasa TAK layak berteduh di pohon rimbunmu
Atau meminum air di telaga sucimu

Tapi hasrat yang selalu membakar tak bisa lagi kupadamkan

MI`ROJ...YA MI`ROJ

MI`ROJ...YA MI`ROJ

Inilah malam saat membuka pintu mata qolbu
Saat raga diburoqan dan rohani dimi`rojkan
Melihat kindahan rupa mencium semerbak wanginya

Memasuki keheningan diri,  luruh dalam pertobatan sunyi
Mengharap sangat janji pengharapannya dipenuhi
Akan pertemuan agung itu...akan perjumpaan sakral itu...

Sayang kerinduan belum sangat mendesak
dan cinta belum terlalu tergairahkan
Saat yang di nanti belum terjadi juga

Kata guru menguatkan: kunci telah terpegang
Hanya diperlukan keterjagaan dari kelalaian

Dan keterbangunan dari keterpulasan, itu saja

Rabu, 06 Agustus 2014

Wangi narwastu takkan tercium jika tetap di dalam botol
Saat di buka dan di tumpahkan, wanginya semerbak kemana-mana

Serupa itulah, saat daging di salib dan darah merela memanggul tiangnya
Saat itulah kindahan rohani, mengagumkan tiap mata yang memandang

Di fase ini, tak perlu memandang awan-awan dan menengadah tangan
Mengharap permohonan bernyata, impian menjasmani

Cukup dengan mendatangi ruang do`a di hati dengan bersunyi
karna dia menunggu dengan cemas, menanti di jemput dan melewatkan waktu bersama
Siapa yang duduk dalam tahta kehidupanku
Aku melihatnya dari balik tirai
dia melihatku cemas

Aku ingin menyingkap tuk mengungkap siapa dia
Ternyata yang kusangka upaya menyingkap tirainya
Malah tirainya kian menebal-nebal dan berlapis-lapis

Siapa yang duduk dalam tahta kehidupanku
Aku melihatnya dari balik tirai
Dia mengawasiku berharap

Aku ingin menyingkap tuk mengungkap siapa dia
Aku ulurkan tanganku tuk menjamahnya
Seberapapun keras upayaku, dia tak tersentuh

Sebaris do`a Tuhan jamah aku , celup aku

Selasa, 05 Agustus 2014

Sang figuran mengetuk pintu mataku perlahan, berkata:
Lihat, bekas sayatan yang ditorehkan kehidupan padaku
menggurat indah di sekujur tubuh, tinggal satu luka yang berdarah-darah, 
kuminta satu obat darimu duhai tuan penyembuh

kataku mengacuhkannya, tak mungkin tak kukenali lukamu
semua penujuNya pasti mengalami luka yang sama
yang membeda engkau mencengengkan dukamu pada sesama pejalan
yang lain merintik dan bersimpuh pada lutut tempat menujuNya

pengabaianku membuat api di dalam dirinya menyala, dan berkata:
yang kubutuhkan hanyalah obat atas lukaku, salahkah meminta kesembuhan
pada sang penyembuh, aku tak butuh nasehat atas bagaimana bersikap
atas lukaku, itu hanya puaskan nalarku tapi takkan sembuhkan lukaku
Langit di mataku memuram
Tak ada gemintang penghias gelap
Tak ada kepak sayap jibril memberi kabar

Kata rahasiaku: waktumu tinggal tujuh hari lagi
Saat bertemu dengan kekasih yang setia menanti
Songsonglah saat itu dengan bermandi kasturi, duhai pecinta

Lalu kenapa masih meragu duhai jiwaku
Sedebu cinta simbolikmu begitu kuat menempel hingga sulit di kibas
Tali rindu majazymu begitu kuat mengikat hingga sulit di lepas

Jika demikian, minta tangguhlah pada sang utusan
Beberapa waktu tuk mengkibas debu yang masih menempel
Beberpa waktu tuk melepas tali yang masih mengikat
Menyepi di sudut tafakur 
Menulikan telinga agar mendengar yang tak terdengar
Membutakan mata agar melihat yang tak terlihat
Mendiamkan mulut agar suara tanpa kata terdengar nyaring

Menyepi di sudut tafakur
Menunggu cemas pengkabaran sang utusan
Kapan dia menjemput 
berharap jiwa siap menyambut

telah tercium aroma wanginya terbawa angin semilir
pertanda dia mulai mendekat, meski dari jauh belum terlihat
akankah saat keramat tak bisa dimundurkan
disinilah tersembunyi ilmu tinggi simpanan para pecinta

haruskah mati berkalang tanah tanpa bisa kembali ke muasal

Senin, 04 Agustus 2014

SYAROB....

SYAROB....

Wangi apa yang telah tercium olehmu
hingga engkau telah termabukkan karenanya
Sementara wangi yang sama bagi yang lain tak terdampak apa
Meski berada di tempat yang sama

Baru tercium wanginya engkau telah termabukkan
Lalu bagaimana wajah kemabukan itu kalau anggur itu telah engkau reguk
Padahal di tempat lain terlampau banyak peminum
Dan berharap mendapatkan kemabukan yang tak pernah terdapatkan


Lalu bagaimana dapat terbayangkan kalau engkaulah sang anggur itu

Minggu, 03 Agustus 2014

BERKACA PADA CERMIN SANG PEMBERANI

BERKACA PADA CERMIN SANG PEMBERANI

Kubisikan kerinduan dan pengharapan  dalam altar sepiku
takut kecintaan dilantun lantangkan terdengar para pembenci
karna cinta bukan sekedar ucap tapi tuntut bukti
karna cintapun bukan sekedar isi tanpa gelas

serupa gunung dia wadahi tumpukn batu
serupa lautan dia kumpulkan jutaan air
cinta pun perlu diuji dibakar dalam tungku api  menyala
hingga terlihat cinta emas atau cinta palsu    

aku yang penakut b
ersiasat bukanlah dusta bila sembunyikan kebenaran ini
percayalah, engko tak mampu hadapi para penentangmu
dibutuhkn bukan sekedar pedang tak terasah
tapi pedang tajam berkilat yang silaukn mata  

bukan hanya penolong yang bisa nasehatimu
tapi lebih yang siap jadi tameng pelindungmu
bukan hanya sahabat yang setia mendukung
tapi rela mati demi tegakkannya
   
kata sang pemberani”:  tidak aku bahkan akan perdengarkan pada setiap telinga
akan ku perlihatkan pada semua mata
takkan terbungkam demi wartakannya
bahkn siap tertebas bahkan terpenggal demi perjuangkannya   

aku b
erkaca pada cerminku bisakah aku menirumu ...
aku selalu pintar bersiasat menghindar mencari pembenaran atas ketidakbersediaan
ah...


LAUTAN API DAN SEGELAS AIR

LAUTAN API DAN SEGELAS AIR

Api apa yang tersembunyi didalam jiwa
begitu lahap membakar dahan-dahan keringku
begitu rakus...begitu serakah...
padahal dedahan itu hanya kusiapkan  membakar  tungku pensucianku  

dan nyala itu makin membesar dalam pembiaran
membakar apapun yang didalamnya
hanguskan siapapun yang didekatnya
sampai sebanyak airku tak mampu lagi padamkannya

sekarang, hanya sisakan puing-puing pemaafan yang sudah dingin
dan abu penyesalan yang mudah diterbangkan angin 
sekarang,.......   

padahal, telah lama kulatih jiwaku menggengam panas yang telah terpisah dari baranya
tuk sucikan jiwa murnikan batin
padahal, telah lama kudidik jiwaku menggengam api yang telah terpisah dari panasnya 
dan dengan nyala itu berjalan menuju sumber cahayaNya  

kini, dalam lemah perjuangan dalam letih perlawanan
tetap kucari dimana api itu bersembunyi
sembari menertawai pandirku atas panjang angan tentang segelas airku
yang mampu meredam gejolak api besarku