Selasa, 20 Januari 2015

tuhan belum mengubah keadaan kita karna dia berhendak memdidik hati kita.

tuhan belum mengubah keadaan kita karna dia berhendak memdidik hati kita.

Hai mam, bertahanlah dalam pendidikan ini, tuhan belum mengubah keadaan kita karna dia berhendak memdidik hati kita.
Mam, tak tersadarkah hati kita sekeras batu hingga dia berhendak meremukkan lembut sehalus kapas. Tak tersadarkah Hati kita terlalu sempit hingga Dia berhendak melebarkannya selebar kolam atau bahkan meluaskannya seluas lautan.
Mam, hanya cubitan nyamuk kau anggap tikaman belati. Engkau terluka dan berdarah-darah. Hanya bingkisan kecil, kau anggap mengentengkan. Engkau berlarut dan berlarat-larat.
Mam, tampilan kindahan yang senatiasa di pamerkan pada tiap mata dan di perdengarkan pada tiap telinga mulai usang, tirai yang menirai kebusukan mulai pudar, aroma busuk mulai tercium. Dorongan dari dalam kian mendesak, jujurlah...!
Hai mam, bertahanlah dalam pendidikan ini...!

Matamu telah memandangku tapi engkau tak melihatku.

 Matamu telah memandangku tapi engkau tak melihatku.

Siapa yang menatap nafsunya hingga berjalan membelakangi keinginan dirinya dan mendekat kehendakNya? Siapa yang menatap matanya hingga pandangannya telah tiada dari keberadaan selainNya?
Dan aku mencari sipemilik mata itu dan berharap bersitatap dengannya.
Kata sipemilik mata: Ketiadaanku tak tersentuh meski engkau meraba beradaku. Matamu telah memandangku tapi engkau tak melihatku.
Kataku bingung: Bagaimana menyentuh tapi tak meraba dan memandang tapi tak melihat?
Kata sipemilik mata: Bertanyalah pada sibuta bagaimana dia melihat atau bertanyalah pada sibisu bagaimana dia bicara atau pada situli bagaimana dia mendengar? Sebagian rahasiaku kusimpan padanya.
Aku berhenti mendebat dan mulai paham saat mengingat ucap sang rosul: matilah sebelum mati karna saat kematian semua misteri hidup akan terungkap.

Diperlukan keberanian yang lebih dari sekedar bertobat.

Diperlukan keberanian yang lebih dari sekedar bertobat.

Duduklah serupa diamnya batu dan gunung. Dengan segenap kejujuran, selidiki dirimu dari dirimu, dari niat dan maksud tersembunyi, apa yang terlintas di pikiran dan apa yang terbersit di hati, untuk mengoreksi keburukan dan perbuatan makar.
Keanggunan yang terbit dan terpancar, masihkah tak membuat pandanganmu tersilau dan melabuhkan cintamu padanya?
Duduklah serupa diamnya batu dan gunung dan katakan: ampuni aku, sayangi aku... Tempuhlah jalan setapak ini, berani mengaku kesalahan dan berpaling menuju sumber pengampunan.
Keanggunan yang terbit dan terpancar, masihkah tak merindumu tuk mengulang dan terus mengulang?
Duduklah serupa diamnya batu dan gunung. Tempuhlah jalan yang lebih mendaki lagi sulit, merubah keburukan menjadi kindahan. Diperlukan keberanian yang lebih dari sekedar bertobat.
Semoga hajat ini terlaksana. Allohu akbar...

Rasa itu harus dihadirkan, jika diabai engkau terlalai.


Rasa itu harus dihadirkan, jika diabai engkau terlalai.

Batinku teriak: Berdiriku mewakili pohon-pohon punya sholat. Karna inikah menegakkannya terasa berat? Keterwakilan yang belum sanggup di emban. Aku kian asing dengan pengenalan diriku.
Batinku teriak: Ruku`ku mewakili binatang berkaki dua punya sholat. Karna inikah ruku`-ruku` tak bisa berlama? Keterwakilan yang tak sanggup di emban. Aku kian asing dengan pengenalan diriku.
Batinku teriak: Sujudku mewakili binatang berkaki dua punya sholat. Karna inikah suju-sujud tak bisa memanjang? Keterwakilan yang tak sanggup di emban. Aku kian asing dengan pengenalan diriku.
Batinku teriak: Dudukku mewakili gunung dan batu punya sholat. Karna inikah duduk terasa terbeban. Keterwakilan yang tak sanggup di emban. Aku kian asing dengan pengenalan diriku.
Kata guru: Rasa itu harus dihadirkan, jika diabai engkau terlalai.
Duhai allohku, aku yang lalai dari amanatmu, aku yang asing dengan pengenalan diriku. Ampuni aku...! Sayangi aku...!

: Engkau hanya butiran debu.

 Engkau hanya butiran debu.



:Ingin kumasuki kosmos kehidupan besar itu, jiwaku merindu keluar dari chaosku, keluar dari ego yang merebahkan diri pada pandangan, keluar dari nafsu yang berlabuh pada kejernihan hati.
Menanggapi kerinduan itu, batinku teriak: Berdiriku memanifestasi anasir api didalam diri, ruku`ku memanifestasi anasir angin di dalam diri, sujudku memanifestasi anasir air di dalam diri, dudukku memanifestasi anasir tanah di dalam diri.
Kata kosmos: Kalian saling bertentang, angin menyalakan api, api membakar tanah dan air memadamkan api. Meleburlah...!
Saat elemen tertunduk dan saling merendah, tersatulah yang bersinar dan yang di sinar. Terciptalah pelangi. Dan jiwa tertawa serupa mawar menebar kindahan dan serupa melati menebar semerbak mewangi.
Tapi saat salam berakhir, misteri tentang yang tersatukan menutup tirai kembali dan aku berjalan pada semua jalan, mengetuk pada setiap pintu, hanya beroleh jawab: Engkau hanya butiran debu.
  


HASRAT MENCINTA

HASRAT MENCINTA
Telinga daun mulai samar mendengar ungkap cinta tanpa kata yang di ucap rinai hujan atau derai angin semilir.Baginya, mereka adalah para pembencinya. Hujan membuat menggigil kedinginan dan angin menjatuhkannya ketanah.
Kata mereka: Kenapa tiada mampu mengurai dan menjabar cinta yang kumaksud duhai kekasih... ungkap cintaku hanyalah sekelumit dari mampu lidahku dan sebatas bebal akal melukisnya. Keseluruhannya tersembunyi dalam mahligai hati. Aku pecintamu.
Kata daun mengaduh: nilai cinta bukanlah sebatas yang didengar telinga tapi lebih pada pemahaman terang dalam mengetahui maksud dan rasa yang terbit dalam merasakan tujuan kecintaan.
Kata mereka: Cukuplah aku yang mengenal kandungan cintaku dan biarkan hanya hatimu yang mampu menampungnya meski akalmu tak mampu melukisnya.
Kata daun: Hatiku belum mampu menjadi wadahmu. Hatiku belum bisa mewadahi cinta beserta kindahan yang engkau maksud. Lalu dengan apa cintamu dapat terwadahi?

Minggu, 04 Januari 2015

INGIN KUTEMUI YANG WAJIB KUTEMUI

INGIN KUTEMUI YANG WAJIB KUTEMUI
Detik ini, ingin kutemui yang wajib kutemui, aku tak bisa menundanya lagi bahkan sesaat. Keinginan ini telah berubah menjadi api, yangkan melenterakan jalan setapak dalam tonggak-tonggak hidupku atau bahkan akan menghanguskan wajahku.
Sesalku, dia telah menunggu lama dalam batas penantian. hadirnya lupa kujenguk, bisikannya lalai kudengar, kebersamaannya kuingkari, apalagi lapar dan dahaganya... lupa kupuaskan...
Detik ini, ingin kutemui yang wajib kutemui, Dialah AKU dalam diriku