Sang figuran mengetuk pintu mataku perlahan, berkata:
Lihat, bekas sayatan yang ditorehkan kehidupan padaku
menggurat indah di sekujur tubuh, tinggal satu luka yang berdarah-darah,
kuminta satu obat darimu duhai tuan penyembuh
kataku mengacuhkannya, tak mungkin tak kukenali lukamu
semua penujuNya pasti mengalami luka yang sama
yang membeda engkau mencengengkan dukamu pada sesama pejalan
yang lain merintik dan bersimpuh pada lutut tempat menujuNya
pengabaianku membuat api di dalam dirinya menyala, dan berkata:
yang kubutuhkan hanyalah obat atas lukaku, salahkah meminta kesembuhan
pada sang penyembuh, aku tak butuh nasehat atas bagaimana bersikap
atas lukaku, itu hanya puaskan nalarku tapi takkan sembuhkan lukaku
Tidak ada komentar:
Posting Komentar