Selasa, 20 Januari 2015

tuhan belum mengubah keadaan kita karna dia berhendak memdidik hati kita.

tuhan belum mengubah keadaan kita karna dia berhendak memdidik hati kita.

Hai mam, bertahanlah dalam pendidikan ini, tuhan belum mengubah keadaan kita karna dia berhendak memdidik hati kita.
Mam, tak tersadarkah hati kita sekeras batu hingga dia berhendak meremukkan lembut sehalus kapas. Tak tersadarkah Hati kita terlalu sempit hingga Dia berhendak melebarkannya selebar kolam atau bahkan meluaskannya seluas lautan.
Mam, hanya cubitan nyamuk kau anggap tikaman belati. Engkau terluka dan berdarah-darah. Hanya bingkisan kecil, kau anggap mengentengkan. Engkau berlarut dan berlarat-larat.
Mam, tampilan kindahan yang senatiasa di pamerkan pada tiap mata dan di perdengarkan pada tiap telinga mulai usang, tirai yang menirai kebusukan mulai pudar, aroma busuk mulai tercium. Dorongan dari dalam kian mendesak, jujurlah...!
Hai mam, bertahanlah dalam pendidikan ini...!

Matamu telah memandangku tapi engkau tak melihatku.

 Matamu telah memandangku tapi engkau tak melihatku.

Siapa yang menatap nafsunya hingga berjalan membelakangi keinginan dirinya dan mendekat kehendakNya? Siapa yang menatap matanya hingga pandangannya telah tiada dari keberadaan selainNya?
Dan aku mencari sipemilik mata itu dan berharap bersitatap dengannya.
Kata sipemilik mata: Ketiadaanku tak tersentuh meski engkau meraba beradaku. Matamu telah memandangku tapi engkau tak melihatku.
Kataku bingung: Bagaimana menyentuh tapi tak meraba dan memandang tapi tak melihat?
Kata sipemilik mata: Bertanyalah pada sibuta bagaimana dia melihat atau bertanyalah pada sibisu bagaimana dia bicara atau pada situli bagaimana dia mendengar? Sebagian rahasiaku kusimpan padanya.
Aku berhenti mendebat dan mulai paham saat mengingat ucap sang rosul: matilah sebelum mati karna saat kematian semua misteri hidup akan terungkap.

Diperlukan keberanian yang lebih dari sekedar bertobat.

Diperlukan keberanian yang lebih dari sekedar bertobat.

Duduklah serupa diamnya batu dan gunung. Dengan segenap kejujuran, selidiki dirimu dari dirimu, dari niat dan maksud tersembunyi, apa yang terlintas di pikiran dan apa yang terbersit di hati, untuk mengoreksi keburukan dan perbuatan makar.
Keanggunan yang terbit dan terpancar, masihkah tak membuat pandanganmu tersilau dan melabuhkan cintamu padanya?
Duduklah serupa diamnya batu dan gunung dan katakan: ampuni aku, sayangi aku... Tempuhlah jalan setapak ini, berani mengaku kesalahan dan berpaling menuju sumber pengampunan.
Keanggunan yang terbit dan terpancar, masihkah tak merindumu tuk mengulang dan terus mengulang?
Duduklah serupa diamnya batu dan gunung. Tempuhlah jalan yang lebih mendaki lagi sulit, merubah keburukan menjadi kindahan. Diperlukan keberanian yang lebih dari sekedar bertobat.
Semoga hajat ini terlaksana. Allohu akbar...

Rasa itu harus dihadirkan, jika diabai engkau terlalai.


Rasa itu harus dihadirkan, jika diabai engkau terlalai.

Batinku teriak: Berdiriku mewakili pohon-pohon punya sholat. Karna inikah menegakkannya terasa berat? Keterwakilan yang belum sanggup di emban. Aku kian asing dengan pengenalan diriku.
Batinku teriak: Ruku`ku mewakili binatang berkaki dua punya sholat. Karna inikah ruku`-ruku` tak bisa berlama? Keterwakilan yang tak sanggup di emban. Aku kian asing dengan pengenalan diriku.
Batinku teriak: Sujudku mewakili binatang berkaki dua punya sholat. Karna inikah suju-sujud tak bisa memanjang? Keterwakilan yang tak sanggup di emban. Aku kian asing dengan pengenalan diriku.
Batinku teriak: Dudukku mewakili gunung dan batu punya sholat. Karna inikah duduk terasa terbeban. Keterwakilan yang tak sanggup di emban. Aku kian asing dengan pengenalan diriku.
Kata guru: Rasa itu harus dihadirkan, jika diabai engkau terlalai.
Duhai allohku, aku yang lalai dari amanatmu, aku yang asing dengan pengenalan diriku. Ampuni aku...! Sayangi aku...!

: Engkau hanya butiran debu.

 Engkau hanya butiran debu.



:Ingin kumasuki kosmos kehidupan besar itu, jiwaku merindu keluar dari chaosku, keluar dari ego yang merebahkan diri pada pandangan, keluar dari nafsu yang berlabuh pada kejernihan hati.
Menanggapi kerinduan itu, batinku teriak: Berdiriku memanifestasi anasir api didalam diri, ruku`ku memanifestasi anasir angin di dalam diri, sujudku memanifestasi anasir air di dalam diri, dudukku memanifestasi anasir tanah di dalam diri.
Kata kosmos: Kalian saling bertentang, angin menyalakan api, api membakar tanah dan air memadamkan api. Meleburlah...!
Saat elemen tertunduk dan saling merendah, tersatulah yang bersinar dan yang di sinar. Terciptalah pelangi. Dan jiwa tertawa serupa mawar menebar kindahan dan serupa melati menebar semerbak mewangi.
Tapi saat salam berakhir, misteri tentang yang tersatukan menutup tirai kembali dan aku berjalan pada semua jalan, mengetuk pada setiap pintu, hanya beroleh jawab: Engkau hanya butiran debu.
  


HASRAT MENCINTA

HASRAT MENCINTA
Telinga daun mulai samar mendengar ungkap cinta tanpa kata yang di ucap rinai hujan atau derai angin semilir.Baginya, mereka adalah para pembencinya. Hujan membuat menggigil kedinginan dan angin menjatuhkannya ketanah.
Kata mereka: Kenapa tiada mampu mengurai dan menjabar cinta yang kumaksud duhai kekasih... ungkap cintaku hanyalah sekelumit dari mampu lidahku dan sebatas bebal akal melukisnya. Keseluruhannya tersembunyi dalam mahligai hati. Aku pecintamu.
Kata daun mengaduh: nilai cinta bukanlah sebatas yang didengar telinga tapi lebih pada pemahaman terang dalam mengetahui maksud dan rasa yang terbit dalam merasakan tujuan kecintaan.
Kata mereka: Cukuplah aku yang mengenal kandungan cintaku dan biarkan hanya hatimu yang mampu menampungnya meski akalmu tak mampu melukisnya.
Kata daun: Hatiku belum mampu menjadi wadahmu. Hatiku belum bisa mewadahi cinta beserta kindahan yang engkau maksud. Lalu dengan apa cintamu dapat terwadahi?

Minggu, 04 Januari 2015

INGIN KUTEMUI YANG WAJIB KUTEMUI

INGIN KUTEMUI YANG WAJIB KUTEMUI
Detik ini, ingin kutemui yang wajib kutemui, aku tak bisa menundanya lagi bahkan sesaat. Keinginan ini telah berubah menjadi api, yangkan melenterakan jalan setapak dalam tonggak-tonggak hidupku atau bahkan akan menghanguskan wajahku.
Sesalku, dia telah menunggu lama dalam batas penantian. hadirnya lupa kujenguk, bisikannya lalai kudengar, kebersamaannya kuingkari, apalagi lapar dan dahaganya... lupa kupuaskan...
Detik ini, ingin kutemui yang wajib kutemui, Dialah AKU dalam diriku

Jumat, 02 Januari 2015

ADA MNTARI YANG TERUS MENYALA TANPA PERNAH PADAM


ADA MNTARI YANG TERUS MENYALA TANPA PERNAH PADAM
Aku belum bisa memeluk malam dengan erat, ketika kegelapannya malah membuat jiwa tak bisa berjaga, kesunyiannya menambah gelisah dan kesenyapannya kian menggarami luka-luka.
Entah apa yang ditawarkan siangku, betapa aku mengalir pada aliran menderasnya sampai tak tahu harus bagaimana menepi dan keluar darinya. Aku terus lapar tanpa pernah tahu bagaimana mengenyangkannya.
Mungkin siang kasihan padaku kemudian bermufakat dengan malam agar mentari segera pulang dan aku segera tersadar dari ketidakterjagaanku.
Aku mendengar jiwa malam berkata: Ada mentari yang terus menyala tanpa pernah tenggelam ada dalam kedalaman jiwa. Engkau takkan mengenalinya dalam siangmu. Engkau akan melihat dia terbit, jika engkau telah memelukku erat.

MENJARING ANGIN

MENJARING ANGIN
Angin yang terhalang semilir oleh dinding meninggi ruang menyepiku kemaren, kali ini mendatangiku tanpa aral saat jiwaku ingin menyendiri, berkata ia, apa kesibukanmu saat ini…
Kataku , aku mencoba menjaringmu untuk kemudian menebarkannya ke jalan nafas hidupku. Aku begitu sesak oleh beban hidup yang menindih. Aku lelah melayangkan angan kindahanku yang terus minta terulur. Aku bosan memalu hatiku yang jumud sekeras batu…
Dan Kenyataan wangi bungakukian jauh di hembus angin menderu. Jalan lurusku kian penuh oleh kabut hingga pandang beningkuyang kupeluk erat kian terhalang dan sekian banyak lagi yang lidah tak mampu ucapkantapi batin sungguh rasakan itu…
Kata angin, adaku ada dimana-mana dan mengadaku untuk tiada. Jika itu bukan sebentuk kesiaan maka jaring aku! Dan harga yang akan kau dapat aku aka menerbangkn jiwamu kealam extase…

DUHAI INI BUKAN KEMBARA FISIK…INI TENTANG KEMBARA BATIN

DUHAI INI BUKAN KEMBARA FISIK…INI TENTANG KEMBARA BATIN
Selalu kutanya pada pagi kemana perginya malamku, pada senja kemana menghilangnya siangku,pada hari saat ni kemana menjauh saat yang kemaren… aku hanya bisa memandang kemudian meratapinya.
Ya, ketika tak kujumpai mereka dengan sepenuh kesadaranku, tak kumaknai hadirnya dengan sepenuh pemaknaan hingga tak ada buah yang bisa kupetik, tak ada wangi yang mampu kuhirup. Semua berlalu sia
Ya, meski mata selalu terbuka dan raga senantiasa terjaga… Duhai ini bukan tentang kembara fisik, ini kembara batin dengan samudra kehidupan yang tak terlihat ujungnya, yang tak terangkai batasnya, dengan ombak meresah yang menabrak sampan jiwa berulang dan bertubi, dengan angin meragu yang sobekkan layar dan patahkan kemudi keyakinan, dengan gelombang perintang yang menghalanh penglihatan sampai pada tujuan
…sementara fisik masih berada dipinggirnya yang belum tersentuh air kindahan, dipantainya dengan bernyaman pada pasir putih tak tersucikan dan berangan dengan menganggap dan mencukupinya sebagai pencerahan dan pencapaian batin.
Duhai… sungguh jauh panggang dari apinya…

AKU BUTUH BUKTI BUKAN WANGI PEMBENARAN

AKU BUTUH BUKTI BUKAN WANGI PEMBENARAN
Hujan sebentar lagi turun, aku selalu menunggu termangu, kapan pintaku didengarnya, padahal kuyakin dialah yang paling cepat mendengar
Dan aku datang menengok pikiranku buat berguru padanya, muridku ada tuhan dalam segala keadaan, ada tuhan dalam semua waktu. Ia hadir menemanimu dalam sedebu adamu dalam secuil hadirmu. percayalah...!
kataku menyangkal, dia telah pergi diam–diam, dia telah meninggalkanku dalam sunyi, dalam sendiri ... dia telah menjauh ...
kata otakku dia tak pernah tinggalkanmu meski sesaat. dia tak pernah berpisah darimu meski sejengkal. itu hanya rasamu saja. berdamailah ...!
aku diam tak berkutik dengan argumennya, walau aku masih menyangkalnya dalam diamku, tak mmpercayainya dalam tangisku. aku butuh bukti bukan harum wangi pembenaran...
aku masih meresah... terus meragu...

TETAPLAH MELUKIS MESKI KINDAHANNYA TAK PERNAH TERWAKILI

TETAPLAH MELUKIS MESKI KINDAHANNYA TAK PERNAH TERWAKILI
Senja telah datang sahabat, ketika sepanjang siang nafas yang dihirup penuh debu ilusi dan aku tak bisa memilah mana ilusi dan mana kesejatian. Akibatnya, kaki selalu gamang melangkah, berkaitan batu mana mesti di injak, lubang mana mesti dilompati, simpang mana mesti di pilih dan jembatan mana mesti di titi...
Senja telah datang sahabat, kabut mulai turun dari lembah dan menghampar di sepanjang jalan, kindahan yang tak mampu kulukis saat mata terbuka kian memperdayaiku dalam lubang ketidakberdayaan... meski seberapa kuat rindu menggebuku tuk melukisnya, seberapa lihai fantasi menari, kanvas putih hati tetaplah kosong tanpa isi.
Senja telah datang sahabat, dan sepotong senja merah ini mengingatkanku saat kita menghadap guru dan belio berkata, tetaplah melangkah meski langkah kecil, biarlah dia yang menentukan langkah berikutnya. Dan pada tiap langkah kindahanmu tetaplah melukis meski kindahannya tak pernah terwakili.
Entah apa yang terjadi saat itu, kita hanya menangis, menangis karna tersentuh nasehat belio atau menangisi kelemahan kita...entahlah...

ANGGAP TEMPAT INI SEBAGAI TEMPAT MENINGGIMU

ANGGAP TEMPAT INI SEBAGAI TEMPAT MENINGGIMU
Kukatakan pada batu yang terus di injak yang terus mengiri pada batu permata di jari manis sang putri meski dengan membohonginya, Dia meletakkanmu di sini untuk tugas kindahan yang lain yang lebih besar yang tak sanggup dipikul yang lain. Anggap tempat ini sebagai tempat meninggimu... berbanggalah...!
Kukatakan lagi, ...dan diwaktuyang tak engkau duga, dia akan meletakkanmu ditempat yang tak engkau sangka, dalam waktunya bukan dalam waktumu, percayalah...!
Kata yang samapun selalu kukatakan pada siterjatuh, siterluka, sitersakiti...berharap kenyataan yang memerihkan batin dapat terbagi.
Ya, kenapa messti dengan membohonginya... karna akupun belum menemukan keterkenyanganku di balik laparku, ketersembuhanku di balik lukaku, kesenanganku di balik sedihku...
Ya...meski seberapa keras upayaku untuk mengalami dan merasakan kondisi tahu, kesjatian dan keabadian itu masih jauh dari penglihatanku...
Duhai ini kenyataan yang tak terpahami dan aku belum mampu mendudukkanya dalam kursi pemahamanku

SAAT BISA MEMELUK SAMA ERAT

SAAT BISA MEMELUK SAMA ERAT
Saat yang nampak ingin sembunyi dan yang dekat mau menjauh, kukatakan duhai ini kenyataan yang belum mampu kusingkap, belum bisa kuungkap, duhai sungguh kehidupan menyembunyikan ribuan misteri dan duhai tuhanku jangan biarkan aku meraba dalam bodohku...
Saat yang sembunyi ingin menampak dan yang jauh mau mendekat, duhai inipun kenyataan yang belum kupaham. Aku tergopoh mewadahi dengan nampan kecilku sementara dia tercurah menderas,dia jatuh berlimpah...
Dan saat bisa memeluk sama erat, yang nampak dan yang sembunyi, yang dekat dan yang jauh, mengagumi sama indah dan mencintai sama kuat... lalu duhai kindahan tersembunyi dan kandungan terdalam apa yang hendak tersingkap sendiri...?

AKU YANG MENJAGAMU TETAP ADA DALAM JAGA

AKU YANG MENJAGAMU TETAP ADA DALAM JAGA
Pernah kutanya: Apa yang diajarkan ombak agar terus menabrak sampan dan menghantam batu karang? Apa yang diajarkan angin agar burung mengepakkan sayap dan terbang tinggi? Yang terlihat hanya kekejaman semata. Yang terpandang hanya kegarangan semata.
Kata ombak dan angin: aku adalah satu nafas yang engkau lupa. Jiwamu akan mati meski ragamu hidup kalau tak menghirupnya. Aku adalah kewaspadaan yang menjagamu tetap ada dalam jaga
Inilah rahasia yang kusimpan rapi yang tak kuceritakan pada siapapun. Inilah kandungan cintaku yang mestinya engkau pahami.

AKU HANYA SEIKAT ILALANG KERING

AKU HANYA SEIKAT ILALANG KERING
air yang kupunya tak mampu menyiram api didalam diri. entah apa yang terjadi, hasrat terus meronta minta diperturutkan, kehendak terus menjerit saat dilaparkan, ego terus meminta menjadi raja saat direndahkan menjadi hamba...
aku memohon pada apiku, ketika kusadari diriku hanya seikat ilalang kering yang mudah terbakar hanya dengan sepercik api, sementara air dari sumur jiwaku tersisa hanya semangkok. Duhai apiku, aku sangat lemah, jangan panasi aku! Aku sangat tak berdaya jangan bakar aku! Berbelas kasihlah...!
karna aku tak punya posisi tawar yang menarik baginya maka pintaku diabainya, mohonku ditolaknya.
aku mencari tempat bergantungku kemudian atas sarannya aku bersekutu dengan mendung yang bijak agar mengundang hujan,
betul, hanya butuh sesaat saja, semula setetes menetes gerimis kemudian hujan menderas turun... dia memadamkan apiku, mendinginkan baraku dan memusnahkan abuku hingga tak bersisa dari penglihatanku.
Aku menjadi manusia baru dengan diri yang baru

BERHARAP ENGKAU MENEMUKANKU

BERHARAP ENGKAU MENEMUKANKU
Dan pagi ini, aku menangisi malam karna malamku tak kutemui dan berlalu sia, sementara aku hanya bisa menyumpahi angin yang tak membangunkan dari keterpulasanku atau melaknati mentari yang bercepat terbit.
Aku selalu melakukan itu di malam sunyiku, berharap engkau menemukanku yang merangkak perlahan menujumu, yang rangkakkanya lebih lambat dari rangkakkan bayi, kadang terpeleset oleh jalan licinmu ataupun kadang terjatuh oleh terjalnya jalanmu. Padahal sebelum tersungkur, selalu terlihati uluran panjang tanganmu yang terlambat kusambut,pegangan kuat tanganmu yang terlambat kugenggam.
Aku selalu melakukan itu di malam sunyiku, ketika siangku, aku tergabung bersama siterbuang yang berjuang melepas ikatan semua kemelekatan membelenggu, yang rela membuang semua kehendak diri menyenangkan dan mengisinya kembali dengan mengikuti kehendakmu.
Aku selalu melakukan itu di malam sunyiku, berkaitan betapa bodoh terlambat memahami bahwa dia menabiri dirinya dengan ribuan tirai dan siapapun tak bisa menyingkap rahasianya, kalau dia tidak berkehendak mengungkap.

MINTALAH SERUPA PARA PEMINTA MEMINTA

MINTALAH SERUPA PARA PEMINTA MEMINTA
Berhentilah merintih di ruang hampa, jiwamu bukanlah wadah tapi isi yang membuat wadah menjadi berarti dan jiwamu bukanlah bentuk tapi hakekat yang membuat bentuk mejadi wujud
berhentilah menjerit diruang gelap, jiwamu lebih terang dari tempat itu dia tak mampu menampung terang kehendakmu karna engkau lebih dari sekelebat bayang saat raga disinar
sujud dan merendah, mintalah serupa para peminta meminta akankah tak diberinya? carilah serupa pr pencari mencari akankah tak dapatkan? ketuklah serupa pr pengetuk mengetuk akankah pintu tak akan terbuka?
sekarang berdirilah sekuat pohon yang akarnya menghujam kuat kebumi kerendahan, masihkah goda angin semilir akan menidurkan melelapkan? akankah siksa terik menyengat masih menggelisahkan menakutkan?
atau ruku yang lama dan bersiaplah terbang karna dalam ketinggian mentari mata sinarnya dapat menembus apa yang tak dapat dilewati saat pandangan rendah dan sempit

BACAAN YG TAK PERNAH HABIS DIBACA

BACAAN YG TAK PERNAH HABIS DIBACA
Kusebut cintaku pada hari- hariku meski Apa yang disembunyiknnya tak mampu lagi kupeluk erat dan apa yang dirahasiaknya tak mampu lagi kukagumi penuh
menyibak misteri hari....mengungkap rahasianya, membaca degan hati.. ada doa yang berkilat, ada batin yang bergemuruh, membaca dengan seluruh tubuh ada cita yang harus dinyatakan ada perjuangan harus diwujudkan
ayolah jiwaku kelemahan yang sering singgah dan bertamu, kelumpuhan dalam bertahan dan melawan, tak berdaya dalam perangi kegelapan, jangan dijadi alasan mencuri keyakinan yang redupkan nyala pengharapan, yang samarkan tempat tujuan
teruslah membaca hari berharap disuatu waktu menjadi bacaan-bacaan indah, bukankah bacaan gelappun tetap ajarkan jiwa percaya akan pintu yang senantiasa terbuka bila mau mengetuknya
dan disaat pintu terbuka percayalah cahaya itu akan terangkan jalan kembali dimana tempat tujuan tlah lama menunggu dalam batas penantian
teringat perintah pertama kali turun adalah sabda bacalah dan bukankah kumpulan bacaan- bacaan mulia itu disebut ALQur’an

BUKANKAH JELAGA HITAM YANG BURAMKAN CERMIN TERLAMPO JELAS MENAMPAK

BUKANKAH JELAGA HITAM YANG BURAMKAN CERMIN TERLAMPO JELAS MENAMPAK
Aku berhenti menilai tentang rupa di balik wajah, pikiran dalam kepala atau rasa apa yang tersimpan rapi di cermin hati. Pisauku terlalu tumpul tak mampu menusuk dan mengorek jantungnya. Mungkin hanya bisa menguliti kulitnya, terbayang duhai perihnya... atau memburai ususnya, duhai sungguh menjijikkan... blatikupun lama berkarat, andai dipaksakan juga pasti tinggalkan luka menganga.
Percayalah...sudah kupotong lidah dan kujahit mulutku, tentang aroma busuk yang telah tercium sampai hidung tak pekaku yang disembunyikan di balik wangi semerbak, meski aku tak berusaha mengendusnya, tentang pandangan tak sedap bahkan menjijikkan yang tersimpan rapat di balik kindahan yang kagumlan tiap mata,...ya meki nalarku cukup bisa merangkai potongan teka-teki tuk dirangkai menjawab tentang apa yang di tunjuk...
Tapi sudahlah.. kucukupkan menilai saat kindahan jiwakulah yang lebih penting..smestinya aku bersibuk berkaca dan berkaca, bukankah jelaga hitam yang buramkan cermin terlampo jelas menampak...

HANYA PELUKAN EXTASE YANG MEMBUATKU MENJADI PECINTA SEKALIGUS KEKASIH

HANYA PELUKAN EXTASE YANG MEMBUATKU MENJADI PECINTA SEKALIGUS KEKASIH
Aku terkurung dalam sangkar, terpenjara dalam kamar yang kubuat sendiri, sangkar megah, kamar kokoh yang kubuat tanpa lelah, menciptanya dari mimpi indah akan kenyamanan, asa akan kepastian, semua seakan brhasil sampai akhirnya jenuh menyelinap lembut, bosan menikam halus...
Ya... pengulangan yang sama, pengulangan yang selalu berulang, tiada awal yang menyembunyikan rahasia akhir, ujung yang telah tersingkap, batas yang telah diketahui dari mula... teriak petirku, aku terkurung terbelenggu, aku jenuh...sangat
Wahai...curi aku dari sangkarku, dari kamarku! Bawa aku ke ruangmu! Mungkin disana tak menjanjikan apapun selain kengerian mencekam dan gawat menakutkan akan ketidaknyaman dan ketidakpastian tapi harga yang kan kudapat ciuman anggurNYA, pelukan extase yang membuatku bebas menjadi pencinta sekaligus kekasih
...saat bercinta sekarang...

HAKEKAT YANG MEMBUAT JIWA BERGETAR TIDAK BERADA DALAM BERNYATANYA

HAKEKAT YANG MEMBUAT JIWA BERGETAR TIDAK BERADA DALAM BERNYATANYA
Jika telah berdekat dengan taman bebunga, keharuman apa yang dapat disembunyikan dari tiap penciuman, kindahan apa yang dapat dirahasiakan dari tiap penglihatan...
Lihatlah duhai guru, para perindumu telah mendekat terkagum meski penyingkapan yan dilakukan sangat jauh dari kandungan rahasia yang kau simpan, para penujumu telah melihat menyaksi meski seberapa keras kau tak ingin mengungkap
Duhai pemilik taman... kuminta setangkai mawar dari taman ilmumu tuk kami petik. Jiwaku rindu mawarmu...berharap kindahan dan keharumannya dapat kududukan dalam kursi pemahaman, dapat kuresapkan dalam rasa di hati, dapat kutebar di sepanjang nafas hidupku
Kata pemilik taman, tahukah harga dari setangkai mawarku duhai para penujuku... jiwamu yang terus merindu karna hakekat yang membuat jiwamu bergetar tidak berada dalam bernyatanya... jika jiwamu siap, kuberi mawarku padamu dengan rela

AGAR SAMPAI MUARA TANPA ADA LUKA

AGAR SAMPAI MUARA TANPA ADA LUKA
Kutitipkan sekian rasa pada pendakianmu kali ini, telah kucatat rapi pada sehelai kertas dan berharap engkau mewujudkan hakekatnya...karna akan kuminta pertanggunganmu jika engkau kembali
Kutitipkan sekian rasa pada pendakianmu kali ini, karna sayapku telah lemah kepakanku lunglai dan angin tak bisa lagi menerbangkan rasaku tinggi, ya...aku mau tidur sebentar..
Mungkin aku butuh segenggam api tuk membakar jiwa pemalasku, jiwa penakutku, jiwa pecundangku, dan sekian jiwa rendahku
Tapi tidak,... mungkin yang kuperlukan ribuan liter air dari luar sana tuk harmonikan air di dalam diriku, agar kesadaranku mengalir agar sampai muara tanpa ada luka