TERARUS
DALAM ALIRAN DZIKIR
Saatnya
merumput di padang subur nan rimbun bersama sohib semajlis, berlezat dengan
hidangan dzikir, berhirup semerbak aroma buhur dan berlagu merdu irama
darasnya.
Hatiku
mulai diserbu rindu menggebu: Siapa yang menyeru namaNya hingga hati yang keras
menjadi leleh? Siapa yang memangil namaNya
hingga hati menjadi tenang karnanya? Dan siapa yang sebut namanya berulang
hingga hati larut dalam namaNya?
Dalam
himpitan imanensi yang mendesak, bersama kalimat dzikir merubah menjadi butiran
cahaya, kedirian pengucap melenyap terarus dalam aliran sungai menderas menuju
lautanNya tak berpantai, menyatu tanpa berbeda, melebur tanpa berpisah.
Aneh,
saat akal di minta melukis, dia terdiam. Saat mulut di minta mengungkap, dia
bersunyi. Saat mata diminta melihat, dia terbutakan. Lalu gerangan apa yang
terjadi?
Kata
lao tze: Tao yang dapat di kata bukanlah tao sesungguhnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar