PERJANJIAN KERAMAT
Suatu waktu aroma yang
telah kuakrabi tercium hidung, wangi yang sangat menggetar menakutkan sekaligus
dirindui sepenuh rindu, wangi tak biasa, yang terbit dari mentari sana yang
padanannya tak ada dialam sini.
Terlihat dari jauhku, cahaya
perjalananku menjemput. Sesaat lagi wajah tampan sang utusan mendatangiku.
Kata sang utusan: Aku
diutus kekasihmu menjemput bila rela. Sudah siapkah duhai sang pecinta?
Kataku: Duhai izroilku,
siapa yang tak senang bertemu dengan sang kekasih? Siapa yang tak rindu dengan
cahaya pertemuan itu? Karna birahi yang ingin termuntahkan atau cinta yang
mendesakkah bermandikan cahaya gemilang dan melebur didalamnya?
Kata sang utusan: sudah
siapkah duhai sang pecinta?
Kataku: Maaf, belum. Banyak
cinta simbolikku yang belum kulampoi, banyak cinta majazyku yang belum
kucukupkan. Aku minta tangguh waktu, datanglah lima tahun kemudian. Sang
kekasih pasti sabar menanti.
Sang utusan pamit dan
berlalu.
Waktu berlalu hingga
saat keramat kurang tujuh hari lagi dan sang utusan bertamu lagi.
Kata sang utusan:
Langitmu telah runtuh dan wajah sang kekasih telah tak tertirai lagi. Masihkah
tak ingin berdua dengan pengantinmu?
Kataku: Datang kemari
tiga hari lagi, kumohon!
Sang utusan pamit dan
pergi.
Waktu yang kuminta
begitu cepat berlalu dan diapun datang.
Kata sang utusan: Bumimu
hampir tak sanggup membawa beban kerinduanNya? Sudah siapkah?
Kataku: Pergilah! Aku
kan datang sendiri tanpa engkau jemput.
Aku telah lama bisu
sebelum bisu, telah lama buta sebelum buta, telah lama mati sebelum mati.
Kataku: duhai kekasih
aku datang dengan rela, dengan suka cita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar